Inilah Penjelasan Ilmiah Seputar Ketindihan saat Tidur
Ketika tidur, apakah Anda pernah merasakan sulit menggerakkan badan padahal sudah sadar ? Umumnya masyarakat sering menyebut kondisi ini dengan ketindihan. Bahkan tidak sedikit pula yang menghubungkan kondisi ini dengan hal-hal mistis. Padahal, ada penjelasan ilmiah seputar ketindihan saat tidur ini. Simak informasi lengkapnya disini !!
Mengetahui Penjelasan Ilmiah Seputar Ketindihan saat Tidur
Ketindihan bukanlah kondisi medis yang berbahaya, namun bagi sebagian orang bisa menjadi pengalaman yang traumatis, dimana tubuh bagai lumpuh, tidak biasa teriak atau bicara, namun masih bisa menyadari keadaan sekitar membuat diri tidak berdaya.
Secara medis, fenomena ketindihan ini disebut dengan sleep paralysis, merupakan peristiwa yang basanya ditandai dengan ketidakmampuan untuk berbicara atau bergerak saat terbangun dari tidur atau ketika akan tidur, terjadi selama beberapa detik hingga beberapa menit.
Setiap orang memiliki kemungkinan untuk mengalami ketindihan. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita. Ada yang mengalami ketindihan satu samapi dua kali saja seumur hidup, namun ada juga yang mengalaminya beberapa kali dalam satu bulan atau lebih sering lagi.
Ada beberapa hal yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami fenomena ini, yaitu ketika mengalami kurang tidur atau pola tidur yang tidak teratur. Faktor usia juga bisa berpengaruh, remaja atau dewasa muda merupakan kalangan yang lebih berisiko.
Selain itu, ada faktor risiko lain yang perlu diwaspadai, seperti faktor keturunan, tidur dalam posisi telentang, mengalami stres, menderita gangguan bipolar, kram kaki pada malam hari, serta penyalahgunaan obat-obatan.
Walaupun jarang terjadi, kelumpuhan masa tidur ini juga bisa maenjadi gejala narkolepsi, yaitu gangguan tidur yang menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan untuk tetap terjaga lebih dari 3-4 jam.
Kelumpuhan otot memicu ketindihan
Otot menjadi tidak aktif saat tidur merupakan hal yang normal terjadi. Saat mengalami ketindihan, ketidakaktifan otot berlanjut untuk beberapa saat dari masa tidur ke masa sadar.
Ketika mengalami ketindihan, ada kemungkinan juga menyebabkan seseorang merasa sulit bernapas. Selain itu, tidak jarang juga ada yang merasakan sensasi lain, misalnya merasa ada sosok lain bersamanya. Ini merupakan jenis halusinasi yang umum terjadi.
Terdapat dua jenis sleep paralysis yang perlu diketahui, yaitu :
- Hypnagogic sleep paralysis. Kelompuhan atau paralysis ini terjadi sebelum seseorang tertidur sepenuhnya. Umumnya ketika menjelang tidur, tubuh akan terasa makin rileks dan perlahan-lahan kehilangan kesadaran. Bagi seseorang yang mengalami hypnagogic sleep paralysis, dirinya tetap sadar, tetapi dia tidak bisa berbicara atau menggerakkan tubuhnya.
- Hypnopompic sleep paralysis. Kelumpuhan jenis ini terhadi ketika seseorang tersadar pada akhir masa tidur. Umumnya, masa tdiru terbagi menjadi 2, yaitu NREM (non-rapid eye movement) dan REM (rapid eye movement). Porsi NREM adalah sekitar 75% dari masa tidur, sedangkan sisanya menjadi masa REM. Ketika seseorang tersadar sebeum masa REM berakhir, maka pada saat itulah bisa terjadi hypnopompic sleep paralysis.
Kelumpuhan pasa saat tidur seringkali tidak memerlukan penanganan khusus. Namun, segera periksakan diri Anda jika kemungkinan beberapa hal, seperti merasa lelah seharian, rasa cemas atau khawatir berlebihan, dan tidak dapat tidur semalaman.
Penggunaan obat-obatan hanya boleh dilakukan berdasarkan saran dokter. Kemungkinan dokter akan memberi obat antidepresan untuk membantu mengatasi hal tersebut.
Selain itu, beberapa perubahan kebiasaan juga sering kali efektif untuk mengatasi fenomena ketindihan. Seperti memastikan terpenuhinya waktu yang dibutuhkan untuk tidur, yaitu sekitar 6-8 jam setiap malam, memperbaiki lingkungan tempat tidur, atau mulai tidur dan bangun pada jam yang sama secara teratur.
Pola hidup sehat lain juga bisa mengurnagi kemungkinan sleep paralysis, seperti olahraga secara teratur, mengurangi konsumsi kafein, menghindari konsumsi minuman beralkohol, dan berhenti merokok. Namun, jika gejala terus berlanjut dan mulai mengganggu, sebaiknya segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan solusi terbaik.
By Sri Maryati - Kesehatan Jum'at, 09 Maret 2018 13:28:43