Memahami Kondisi Social Jet Lag serta Dampaknya Bagi Kesehatan
Apakah Anda sering merasa lelah saat terbangun di pagi hari? Atau pernahkan Anda merasa mudah lelah dan malas saat bekerja, padahal sebelumnya Anda telah beristirahat secara cukup? Mungkin Anda mengalami social jet lag.
Manusia memiliki irama sirkadian, yaitu pengaturan waktu pada tubuh kapan harus beraktivitas dan kapan harus beristirahat. Setiap orang memiliki irama sirkadian yang berbeda, tergantung pada genetik dan pengatur lingkungan.
Maka tak heran jika anak yang memiliki orang tua rajin begadang akan cenderung suka tidur lebih malam dibandingkan dengan anak lainnya. Aktivitas sehari-hari seperti bekerja atau bersekolah juga bisa mempengaruhi pilihan waktu tidur.
Uniknya, irama sirkadian ini memiliki penyesuaian waktu tidur dan beraktivitas yang berbeda antara saat periode liburan dan hari biasa. Dan hal inilah yang akhirnya menyebabkan seseorang terkena social jet lag.
Social jet lag sendiri merupakan istilah yang digunakan jika terdapat perbedaan antara waktu tidur pada hari biasa dibandingkan dengan akhir pekan. Profesor di University of Munich Institute of Medical Psychology di Jerman, Till Roenneberg, menyebutkan jika fenomena ini terkadang bisa membuat seseorang merasakan hal-hal yang menyerupai jet lag, seperti dengan orang yang misalnya bepergian ke luar negri dengan zona waktu yang berbeda pada hari Jumat kemudian kembali ke tempat asalnya pada hari Senin.
Seperti yang diketahui, waktu tidur yang tidak cukup bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, seperti peningkatan berat badan yang berlebih. Jadwal tidur yang berbeda jauh antara hari biasa dan akhir pekan atau hari libur juga bisa membuat irama sirkadian atau irama pola tidur dan aktivitas harian menajdi tidak sinkron.
Apakah kondisi social jet lag ini berbahaya ?
Seperti yang disebutkan sebelumnya, pola tidur yang tidak teratur bisa berdampak pada kesehatan. Dan berikut ini merupakan beberapa dampak social jet lag yang perlu diketahui dan diwaspadai, yaitu diantaranya :
- Obesitas
Profesor Till Roenneberg dan Ludwig-Maximilian University, Jerman, melakukan penelitian bersama teman-temannya dan menemukan fakta bahwa orang yang memiliki waktu beraktivitas yang berlawanan dengan irama sirkadian yang normal antara tidur dan bekerja akan berisiko meningkatkan indeks massa tubuh atau dengan kata lain dapat meningkatkan risiko kegemukan hingga 33%.
- Diabetes
Ketika seseorang beraktivitas di waktu yang seharusnya digunakan untuk tidur, maak secara tidak langsung ia juga memaksa tubuhnya untuk bekerja di periode waktu tersebut. Metabolisme dalam kondisi minumal pun dipaksa untuk menjadi optimal untuk memenuhi kebutuhan energi ketika beraktivitas.
Hal ini bisa mengakibatkan kelainan metabolisme glukosa dan bisa berujung pada diabetes tipe 2 atau sindrom metabolik (kelainan profil lipid, peningkatan kadar gula darah, lingkar perut yang besar, dan tekanan darah tinggi).
- Penyakit jantung
Menurut American Academy of Sleep Medicine, kondisi tersebut bisa menyebabkan gangguan kesehatan, menimbulkan suasana hati yang buruk, rasa lelah, dan selalu mengantuk. Gawatnya, kondisi social jet lag ini disebut-sebut berisiko menyebabkan peningkatan penyakit jantung sebesar 11%.
Idealnya, irama sirkadian normal harus diikuti, yaitu tidur di malam hari dan beraktivitas di pagi hingga sore hari. Sayangnya, beberapa jenis pekerjaan memaksa mereka untuk mengubah irama sirkadian tersebut. Maka tak herna jika banyak yang mengalami kondisi social jet lag.
Untuk menurunkan risiko ini, disarankan untuk memperpanjang durasi waktu tidur. Pasalnya, semakin sedikit waktu tidur, maka efek social jet lag akan semakin meningkat.
Sedangkan untuk menghindari risiko social jet lag, pola tidur yangbaik juga perlu diterapkan di akhir pekan sekalipun. Dengan begitu, maka Anda bisa terhindar dari risiko berbagai kesehatan yang telah disebutkan sebelumnya. Semoga bermanfaat.
By Sri Maryati - Kesehatan Senin, 03 September 2018 13:45:27